Sunday, August 13, 2017

Cerita Seks Diperkosa Oleh Orang Negro

Yuk Seks - Aku tamatan lulus SMA tahun 1996, setelah lulus aku langsung
meneruskan studiku di New York. Di sana aku tinggal di sebuah apartemen milik
saudara jauhku, aku tinggal bersama seorang teman yang dari Jakarta juga, jadi
biaya tinggal bisa dibagi dua supaya lebih hemat.



Sebenarnya aku datang ke sini bersama dengan pacarku, Melda, tapi dia tinggal di apartemen lain bersama
teman wanita wanitanya. Karena orang tua tidak setuju kami yang masih pacaran
tinggal dalam satu atap. Tapi kadang jika ada kesempatan kami sering diam-diam
melakukan hubungan badan, terutama bila roomate masing-masing tidak ada. Aku berhubungan
dengannya sudah sejak kelas 3 SMA, dan mulai berhubungan badan sejak di sini. Dia
berparas cantik bagaikan artis-artis Asia, berkulit putih bersih, tingginya
sekitar 165 cm, badan langsing dan padat, rambutnya lurus panjang sedada dicat
kemerahan.

Kami melewati hari-hari kuliah dan kehidupan muda-mudi di
sana dengan gembira sampai akhir tahun 1998 yang lalu. Saat itu di sana mulai suasana
Natal, teman-temanku banyak yang sudah pulang termasuk roomate-ku, aku dan Melda
pun sudah bersiap-siap akan pulang liburan juga. Tapi karena kehabisan tiket
pesawat ke Indonesia kami berdua terpaksa menunggu seminggu kemudian.
Roomate-ku pulang paling awal karena kebetulan ibunya sakit. Setelah dia pergi
sambil menunggu tanggal kepulangan kami, Melda sering ke apartemenku bahkan
menginap di sini, saat itu temannya juga sudah pulang.

Beberapa hari sebelum pulang. Aku dan Melda pulang dari
taman hiburan larut malam, kami sampai di apartemen kira-kira jam 10 malam.
Saat itu suasana sudah sepi, aku masuk dan membuka pintu. Kami begitu terkejut
ketika kulihat ruang tamu sudah berantakan seperti ada pencuri, dan kudengar
suara gaduh di kamarku. Segera aku ke sana dengan membawa pisau dapur untuk
memeriksanya. Pintu kamar kudobrak tapi belum sempat aku mengetahui apa-apa
kepalaku sudah dipukul dari belakang sampai pingsan.

Aku tidak tahu apa-apa selanjutnya sampai aku merasa tubuhku
digoncang-goncang seseorang, aku tersadar dan menemukan diriku sudah dalam
keadaan terikat di sebuah kursi dan mulutku disumpal kain sehingga tidak bisa
bersuara. Aku melihat seorang pria negro di depanku yang
menyuruhku bangun, orangnya berbadan tinggi besar dan kepalanya plontos. Dan
satu orang lagi juga negro berbadan agak gemuk. Yang membuatku panas adalah si
negro gendut itu sedang duduk di pinggir ranjangku sambil memangku Melda yang
saat itu tinggal memakai BH dan celana dalamnya saja.

Melda menangis minta dilepaskan. Tapi si gendut itu tidak
menghiraukannya, dia meremas-remas payudara Melda yang masih terbungkus BH itu,
menjilati lehernya, lalu berkata,
“Diam, jangan macam-macam atau kupatahkan lehermu, nurut
saja kalau mau selamat!”. Dan si botak berkata kepadaku,
“Hei, sudah bangun ya, pacarmu boleh juga, kami pinjam dia
sebentar ya, baru pergi”, dia berkata begitu sambil menepuk-nepuk pipiku, aku
mau berontak tapi tak bisa apa-apa. Lalu dia mendekati Melda dan berkata,
“Ok, sayang, ini waktunya pesta, ayo kita bersenang-senang!”
Dia menyuruh Melda berlutut di depannya dan menyuruhnya membukakan celananya
lalu mengulum batang kemaluannya.

Sambil menangis Melda memohon belas kasih,
“Jangan.. tolong jangan perkosa saya, ambil saja semua
barang di sini!” belum selesai berkata tiba-tiba,
“Pllaakk..” si botak menampar pipinya dan menjambak
rambutnya, dengan paksa Melda dibuat berlutut di depannya,
“Masukkan ke dalam mulut kamu, hisap atau saya bunuh kamu!”
Terpaksa dengan putus asa Melda membuka celananya dan begitu dia menurunkan
celana dalamnya tampaklah benda hitam panjang berwarna hitam, tanpa buang waktu
si botak segera memasukkan benda itu ke mulut Melda, batang kemaluannya tidak
dapat sepenuhnya masuk karena terlalu besar, dengan kasar dia memaju-mundurkan
kepala Melda.

Temannya yang gendut juga tidak tinggal diam, setelah dia
melepas semua pakaiannya dia berdiri di samping Melda, menyuruh Melda
mengocokkan batang kemaluannya dengan tangan, batang kemaluan si gendut tidak
sebesar temannya, tapi diameternya cukup lebar sesuai dengan tubuhnya. Sekarang
Melda dalam posisi berlutut dengan mulut dijejali kemaluan si botak dan tangan
kanannya mengocok batang kemaluan si gendut.
“Emmhh.. benar-benar enak emutan gadis Asia, lain dari yang
lain”, kata si botak.

“Iya, kocokannya juga enak banget, tangannya halus nih”,
timpal yang gendut. Si botak akhirnya ejakulasi di mulut Melda, cairan putih
kental memenuhi mulut Melda menetes di pinggir bibirnya seperti vampire baru
menghisap darah, dan Melda terpaksa meminum semuanya karena takut ancaman
mereka. Setelah itu mereka melepas BH dan CD Melda sehingga dia benar-benar
telanjang bulat sekarang, tampaklah payudara 34B-nya dan bulu-bulu kemaluannya
yang lebat.

Kali ini si gendut duduk di pinggir ranjang dan menyuruh Melda
berjongkok di depannya sambil memijati batang kemaluan dengan payudaranya. Melda
terpaksa menggesek-gesekkan payudaranya di kemaluan itu sambil menjilati ujung
batang kemaluannya sehingga si gendut mendengus keenakan. Sementara itu si
botak berbaring di bawah kemaluan Melda dan menjilati liang kemaluannya sambil
sesekali menusuk-nusukkan jarinya ke liang kemaluan itu.

sekitar 10 menit dikocok, si gendut memuncratkan maninya dan
membasahi wajah serta payudara Melda. Kali ini dia sudah tak tahan dengan rasa
cairan itu, sehingga dia memuntahkannya. Melihat itu si gendut jadi gusar, dia
lalu menjambak rambut Melda dan menampar pipinya sampai dia jatuh ke ranjang,
“Pelacur, kurang ajar, berani-beraninya membuang air
maniku.. kalo sekali lagi begitu kurontokkan gigimu, dengar itu!” bentaknya.

Kemarahanku bangkit karena pacarku diperlakukan begitu, aku meronta-ronta di
kursiku tapi ikatannya terlalu kencang sehingga hanya dapat membuat kursi itu
bergoyang-goyang. Melihat reaksiku si gendut berkata,
“Kenapa? Kamu tidak terima ya pacarmu kami pinjam, tapi
sayang sekarang kamu nggak bisa ngapa-ngapain, jadi jangan macem-macem ya, ha..
ha.. ha..!”

Mereka kembali menggerayangi tubuh Melda, kali ini si gendut
membuka lebar pahanya dan memasukkan batang kejantanannya ke liang kemaluan Melda.
Batang kemaluan yang ukurannya besar itu dimasukkannya dengan paksa ke liang
kemaluan Melda yang masih sempit, sehingga dari wajah Melda terlihat dia
menahan sakit yang amat sangat. Sementara itu si botak dengan
ganasnya beradu lidah dengan Melda sambil tangannya turut bekerja memilin-milin
putingnya. Si gendut memaju-mundurkan pantatnya dengan cepat. Selama beberapa
menit digenjot akhirnya badan Melda menegang sampai secara refleks dia memeluk
si botak yang sedang menjilati payudaranya, dia mengalami orgasme sampai
akhirnya melemas kembali.

“He.. he.. he.. Baru kali ini kan kamu ngerasain pria Negro,
gimana rasanya enak tidak, jawaabb..!” bentak si gendut sambil menarik
rambutnya.
Karena takut mereka semakin gila, terpaksa dengan berlinang
air mata dia menjawab,
“E.. e.. enak, enak sekali!”
“Jawab lebih keras supaya pacar kamu dengar pengakuan kamu!”
kata si botak.
“Iya, saya suka sekali bercinta dengan kalian”, jawabnya
dengan lebih keras.
“Tuh, kamu dengar kan, apa kata pacarmu, dia suka pada kami,
ha.. ha.. ha..!” ejek mereka padaku.

Hatiku benar-benar serasa mau meledak tapi aku tidak bisa
apa-apa. Kemudian si botak membuat posisi badan Melda gaya doggy style, dia
memasukkan kejantanannya yang berukuran 20 cm lebih itu ke pantatnya hingga
terbenam seluruhnya, lalu dia menariknya lagi dan dengan tiba-tiba sepenuh
tenaga dihujamkannya benda panjang itu di pantat Melda hingga membuatnya
tersentak kaget dan kesakitan sampai matanya membelakak disertai teriakan
panjang,
“Aaahh..! Stoop, kumohon jangan!” Mereka berdua malah
tertawa-tawa menyaksikan hal itu. Si gendut menimpali,
“Sstt, tenang sayang, jangan terlalu ribut, kalo ada orang
masuk kalian berdua celaka nanti!” Sekarang Melda sedang menghisap kemaluan si
gendut sementara si botak menggenjotnya dari belakang.

Payudaranya yang bergantung itu juga dimainkan oleh mereka
berdua. Tidak lama si botak ejakulasi karena terlalu sempit. Dari mulut Melda
yang dipenuhi batang kemaluan yang besar itu hanya terdengar,
“Emhh.. emhh.. emmhh!” Mereka berganti posisi lagi, kali ini
si botak memangku Melda dengan membelakanginya dan menancapkan batang kemaluannya
ke liang kemaluan Melda. Dia menggerakkan pantatnya naik turun, dan Melda pun
tanpa terasa, turut mengikuti irama gerak si gendut.

Si botak mengambil
sekaleng bir dari kulkas dan menyiramkannya ke tubuh Melda lalu menjilat-jilat
tubuh mulus itu. Si gendut juga sambil bergoyang menjilati leher jenjang Melda,
lidah si botak lalu bermain dalam mulutnya sementara tangannya meremas-remas
payudara kenyal padat itu. Melda yang sudah tidak berdaya itu hanya bisa
menangis sambil menatap padaku dengan ekspresi menyedihkan dan sesekali
mengeluarkan suara,
“Ahh.. emmhh.. ahh..”
Setelah si gendut selesai dengan gaya pangkuannya, tampaknya
si botak belum puas. Dia memiringkan tubuh Melda lalu mengangkat kaki kanan Melda
ke bahunya dan mulai melancarkan tusukan-tusukan mautnya di liang kemaluan

Dia menahan sakit bercampur nikmat itu dengan menggigit kain bantal, wajahnya
yang sudah penuh air mata dan memar bekas tamparan itu tidak membuat iba kedua
bajingan itu, si botak tanpa kenal ampun berkali-kali menghujamkan senjatanya
dengan sepenuh tenaga. Temannya yang gendut itu juga menjilati payudara Melda,
lidahnya bermain-main di ujung putingnya.

Akhirnya Melda pingsan karena kehabisan tenaga. Mereka
membuang mani mereka di tubuh mulus itu dan meratakannya hingga mengkilap. Yang
lebih kejam lagi si botak malah mengencingi tubuh yang sudah tidak berdaya
lagi. Sesudah beres-beres mereka berkata padaku,
“Hei, kami kembalikan tuh pacarmu, dia cantik tapi sayang
terlalu lemah, baru segitu saja sudah pingsan, tapi kami cukup puas juga kok
sama servisnya, thank you man, bye..” Mereka pun menghilang di kegelapan malam
bersama hasil jarahannya. Kasihan sekali nasib Melda sejak malam jahanam itu,
dia sering termenung dan menangis sendirian.

Sepulangnya ke Jakarta dia juga tidak mau kembali lagi ke
New York. Terpaksa kuliahnya dilanjutkan di Indonesia saja. Memang melalui
terapi intensif, dia mulai bisa kembali bergaul seperti biasa. Tapi dia masih
trauma pada orang negro, melihat negro di film pun dia kadang merasa agak kaget.

Untung aku dan keluarganya terus memperhatikan dan masih mau menerima dia apa
adanya. Yang disayangkan adalah pelakunya belum tertangkap, dan sejak itupun
aku pindah apartemen agar tidak terlalu terpikir pada peristiwa nahas itu. Dan
memang kabarnya daerah itu memang tidak begitu aman karena lokasinya tidak jauh
dari tempat mangkalnya geng-geng dan pengangguran. Aku hanya berharap suatu
hari kedua bajingan itu tertangkap dan mendapat hukuman seberat-beratnya.

0 comments:

Post a Comment